Untuk mencapai sasaran ini, Islam tidak memberikan kebebasan tanpa batas didalam usaha ekonomi seperti yang terdapat pada sistem kapitalis, dimana orang-orang diijinkan mencari harta sebanyak mungkin yang mereka suka dan dengan cara yang mereka sukai pula dan memberi kebebasan tampa batas kepada setiap orang dalam memperjuangkan ekonominya, sehingga orang dapat memperoleh harta sebanyak-banyaknya. Islam tidak pula terlalu mengikat manusia dengan pengawasan ekonomi seperti yang dilakukan komunisme, sehingga orang-orang kehilangan kebebasan secara total dan dan juga tidak menekan sehingga setiap manusia kehilangan seluruh kebebasan individunya. (Afzalurrahman, 1997)
Islam telah memberikan prinsip-prinsip produksi yang adil dan wajar dalam sebuah bisnis di mana mereka dapat memperoleh kekayaan tanpa mengeksploitasi individu-individu lainnya atau merusak kemaslahatan masyarakat. Dengan demikian, ekonomi Islam akan terbebas dari kezaliman dan penindasan. Sistem ekonomi Islam telah memberikan keadilan dan persamaan prinsip produksi sesuai kemampuan masing-masing tanpa menindas orang lain atau menghancurkan masyarakat.
Al-Quran tidak menyetujui cara-cara perolehan kekayaan yang mendatangkan keuntungan di satu pihak dan menyebabkan kerugian di pihak lain, atau di mana penghasilan seseorang mengorbankan kemaslahatan masyarakat (umum). Suatu yang diridhai dalam Islam adalah perdagangan suka sama suka, yaitu perdagangan yang saling menguntungkan baik bagi penjual atau pembeli.
Jika seseorang mencari dan mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar ia tidak hanya merusak usaha dirinya, tetapi akan menciptakan kondisi yang tidak harmonis dipasar yang pada akhirnya akan menghancurkan usaha orang lain. Menyebabkan kebencian, permusuhan, penipuan, ketidakjujuran, kekerasan, saling menindas antar masyarakat dan merusak solodaritas. Merusak sistem ekonomi dan akhirnya akan menghancurkan keseluruhan sistem sosial termasuk orang yang melakukan tindak kekerasan.
Al-Quran juga menjelaskan bagaimana bangsa pada jaman-jaman yang telah lalu mengalami kehancuran karena menggunkan cara yang tidak adil dan salah dalam melakukan usaha bersama. Dalam surat An-Nisaa’ Al-Quran memperhitungkan kejahatan dan penganiayaan yang dilakukan orang yahudi, dengan firman-Nya dalam An-Nisaa’: 161
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (An-Nisaa’: 161)
Salah satu sebab kehancuran bangsa Yahudi, seperti dijelaskan pada ayat tersebut, mereka mendapatkan kekayaan orang lain dengan cara yang tidak adil. Ini menunjukkan bahwa mendapatkan harta dengan jalan yang salah adalah dosa besar karena perbuatan ini akan mengakibatkan kejahatan dalam msyarakat, mengganggu keseimbangan perekonomian dan secara bertahap menghancurkannya. (Afzalurrahman, jld 1, 217)
Sebuah perbandingan dalam memperoleh harta dengan cara yang benar dan dengan cara yang salah dicantumkan Allah dalam fimannya:
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Al-Maidah: 100)
Setelah membuat satu perbandingan, Al-Quran menyimpulkan bahwa harta yang diperoleh dengan cara yang halal adalah lebih baik dari pada yang diperoleh dengan cara yang haram, meskipun jumlah harta yang haram itu mungkin berlipat ganda.
Dalam ayat diatas terdapat kiasan bagi orang yang bijaksana agar berpuas hati dengan pendapatan yang bersih dan halal yang berhak ia peroleh meskipun jumlahnya sedikit, daripada mendapat yang banyak tapi tidak halal. Keberhasilan dan kemakmuran yang berlangsung langgeng terletak pada keadilan dan persamaan bagi semua warga sehingga tidak seorangpun dapat melakukan kesalahan dalam produksi. Al-Quran menjamin kemakmuran masayarakat yang semacam ini yaitu yang melaksanakan kejujuran dengan cara-cara yang halal dalam memperoleh harta dan tidak tertipu oleh kekayaan yang melimpah.
Prinsip ini dinyatakan dalam firman Allah dalam surat Fushshilat: 31
Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. (Fushshilat: 31)
Orang yang mencapai kehidupan bahagia dan makmur yang berlangsung lama di dunia dan akhirat, adalah mereka yang menjalani kehidupan dengan semestinya dan tabah, berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan seperti diterangkan diatas. Sesungguhnya segala bentuk produksi, yang diperoleh dengan tidak adil dan batil diharamkan Islam. Hanya cara yang adil dan seimbang dalam produksi yang diperbolehkan
HIKMAH
Tidak diragukan lagi bahwa produksi dalam sebuah bisnis dalam ekonomi harus dilakukan dengan adil, jujur dan cara yang bijaksana, tidak diperkenankan usaha yang tidak adil dan salah. Usaha yang salah, tidak adil dan jujur akan mengakibatkan kehancuran dalam masyarakat. Prinsip yang adil dan seimbang adalah suatu sistem ekonomi yang tidak terlalu bebas seperti sistem kapitalis dan menekan seperti sistem komunis, tidak ada kesewenang-wenangan dan eksploitasi yang merusak individu dan masyarakat banyak, terbebas dari kezaliman dan penindasan yang dilakukan para produsen yang tidak bertanggungjawab kepada konsumen. Usaha yang dianjurkan dalam Islam adalah usaha yang dilakukan suka sama suka, tidak menguntungkan disebagain pihak dan merugikan pihak lain.