Semua hal yang menyangkut dan berhubungan dengan harta benda hendaknya dilihat dan dihukumi dengan kriteria halal dan haram. Semua praktek-praktek jahat dan kecurangan yang berhubungan dengan transaksi harta benda dan kekayaan dilarang. Semua larangan itu berdasarkan satu prinsip: jangan ada ketidakadilan dan jangan ada penipuan. Setiap orang bisa melihat aplikasi dari prinsip Al Quran dalam sabda dan perilaku Rasulullah serta para sahabatnya.
Perbedaan antara halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuannya mesti benar, namun sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik. Perintah Al Quran untuk mencari nafkah setelah melakukan ibadah ritual, mengimpliksikan bahwa seseorang hendaknya mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan. Penyucian hati yang dihasilkan oleh ibadah ritual juga hendaknya menyucikan niat dan metode mereka dalam mencari nafkah dengan cara yang halal.
Rasulullah sangat konsen dengan persoalan yang menyangkut penghsilan dengan cara yang halal. Dia sangat memperhatikan dari mana seseorang memperoleh harta benda. Umar bin khaththab adalah khalifah yang dengan tegas mempraktekkan formula ini untuk para gubernur dan para pejabat dijajaran pemerintahannya. Disini ditekankan bahwasannya penggunaan harta dengan cara yang baik adalah untuk memperoleh ridha Allah dan juga demi tercapainya distribusi kekayaan yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat. Namun demikain Allah tidak akan menerima penggunaan harta (sedekah, zakat dan infak) dimana harta-harta itu dihasilkan dari cara yang tidak halal.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al Baqarah: 267)
Oleh sebab itulah jika sedekah atau infak ingin diterima, maka hendaknya harta tersebut dihasilkan lewat jalan yang halal. Prinsip halal dan haram diimplikasikan secara sama pada saat penggunaan harta itu dan juga pasa saat akuisisi. Harta yang halal hendaknya dipergunakan dalam hal yang halal dan dibolehkan. Atau dengan kata lain, penggunaan penggunaan harta itu juga hendaknya dibatasi hanya pada suatu yang halal. Harta tersebut jangan sampai digunakan untuk perjudian, minuman keras, perzinaan dan apa saja yang dilarang oleh syariah.
Pemilik harta tersebut memiliki kebebasan untuk menyimpan ataupun menginvestasikan harta. Namun dalam dua kasus tersebut, hendaknya mengikuti petunjuk yang telah digariskan oleh Al Quran. Pada saat ia menyimpan harta itu, hendaknya dia mengeluarkan zakat dan kewajiban lain yang berhubungan dengan itu, dan jika ia menginvestasikan harta tersebut, maka hendaknya ia memilih perdagangan yang halal, dan menjauhi perdagangan yang haram, misalnya menanamkan pada investasi yang mengandung riba. Seorang muslim diperintahkan menanamkan modalnya dalam perdagangan yang halal meskipun mungkin akan menghasilkan untuk sedikit jika dibandingkan penanaman modal pada wilayah-wilayah yang haram. Tidak hanya mementingkan keuntungan semata akan tetapi melihat dari sisi moral yang ada.
Lingkaran Halal dan Haram Dalam Memproduksi
Prinsip etika dalam produksi dalam suatu bisnis yang wajib dilaksanakan oleh setiap produsen muslim baik individu maupun komunitas adalah berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak melawati batas.
Walaupun daerah halal itu luas, tetapi mayoritas jiwa manusia yang ambisius merasa kurang puas dengan hal itu walaupun banyak jumlahnya. Banyak ditemukan jiwa manusia yang tergiur kepada sesuatu yang haram. Mereka yang mengatakan bahwa “yang haram saja susah apalagi yang halal” perkataan ini adalah perkataan yang hanya ingin mendapatkan sesuatu secara mudah, tidak mau bekerja keras dan hanya ingin memperoleh keuntungan saja tidak mempedulikan norma dan etika agama yang ada. Dengan melanggar hukum-hukum Allah. QS. Al-Baqarah: 229
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 229)
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang diharamkan untuk dikonsumsi baik yang merusak akidah, akhlak dan jiwa manusia. Dibawah akan dijelaskan beberapa dari pendapat Yusuf Qardhawi dan Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan, seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi dan diantara produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia. Penjelasan dari pokok pembahasan diatas adalah:
1. Seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan.
Seperti Poppy, Cannabis atau heroin annggur (untuk minuman keras) dan tembakau yang menurut WHO, sains dan hasil riset, berbahaya bagi manusia.
2. Seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram, baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi.
Dalam hadis Shahih ditemukan alasan ungkapan diatas:
“Barang siapa dalam islam melestarikan tradisi buruk, maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang melaksanakan, sesudahnya tanpa mengurangi dosa-dosa menreka sedikitpun (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dari Jasir. Shahih Jami’ Shaghir No. 6305)
3. Diantara produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia.
(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (An-Nahl: 25)
Allah swt berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak Mengetahui. (An Nuur: 19).
Sedangkan menurut Abdullah Abdul Husain At-Tariqi (2004) hal-hal yang diharamkan dalam Islam Adalah:
1. Investasi harta dengan cara membahayakan masyarakat.
Islam melarang produksi yang hanya merealisasikan kepentingan pribadi dan membahayakan kepentingan umum. Produksi dan keuntungan dengan cara eksploitasi, tipu daya, eksploitasi kebutuhan dan menimbulkan bahaya bagi kaum miskin dengan cara apapun diharamkan. Hadis yang menunjukkan haramnya produksi barang yang membahayakan adalah sabda Nabi SAW:
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain” (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201)
2. Riba
Islam dan agama-agama samawi lainnya mengharamkan riba, karena dalam riba terdapat hal yang membahayakan masyarakat dan ekonomi. Resiko ekonomi menunjukkan bahwa riba merupakan mediasi yang tidak cocok bagi kegiatan ekonomi berdasar beberapa alasan:
· Bunga yang dihasilkan oleh pelaku riba tidak dihasilkan dengan cara produksi, tapi diambil dari harta orang lain atau dari sumber masyarakat tanpa didahului oleh proses produksi.
· Bunga yang dihasilkan akan menyebabkan kemalasan dan nilai tambahnya tanpa usaha dan kerja keras.
· Riba akan menyebabkan pertambahan nilai inflasi di masyarakat.
· Riba memberatkan beban peminjam manakala ia tidak mampu melunasi dikarenakan berlipatnya nilai bunga.
3. Jual beli tidak jelas ((الغرر.
Gharar merupakan jenis benda yang ditransaksikan tanpa ada kejelasan ukuran dan sifat ketika transaksi berlangsung (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Kerelaan sebagai unsur penting dalam jual beli tidak terdapat dalam transaksi ini. Bentuk transaksi ini termasuk transaksi yang mengandung unsur batil.
4. Pencurian.
Allah menetapkan hukuman potong tangan karena perbuatan mencuri merupakan bentuk pengkhianatan. Allah berfirman:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al Maa-idah: 38).
5. Perampasan.
Menguasai harta orang lain secara ilegal. Kaum muslimin telah sepakat bahwa perbuatan ini adalah haram, karena memakan hasil rampasan dikategorikan sebagai memakan harta dengan cara yang batil sesuai dengan firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (An Nisaa': 29)
Perampasan diharamkan mengingat adanya unsur mengambil harta orang lain, baik dengan cara paksa dan aniaya, atau juga dengan cara yang tidak menyenangkan jiwa dan meniadakan kerelaan. Perampas harus mengembalikan hartanya. Jika hilang, maka harus menggantikan senilai dengan harta tersebut. Baik sudah mengambil manfaat ataupun belum. Jika rusak, maka harus mengganti barang tersebut.
6. Upah pekerjaan yang haram dilaksanakan, seperti mas kawin zina dan tips bagi dukun.
Mencari harta dengan cara menjual minuman keras, bangkai, babi dan berhala tidak dihalalkan sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jabir RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala.” (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201).
7. Suap.
Adalah pemberian sesuatu kepada hakim atau orang lain agar memutuskan hukum sesuai yang diinginkan (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, 2004). Hukum suap haram. Pengharaman Islam ini ditujukan untuk menjaga masyarakat dari timbulnya kerusakan dan penganiayaan hukum tanpa hak atau untuk menegakkan keadilan. Kaum muslim telah satu kata tentang larangan suap.
Perkara ini sama dengan mengambil harta dengan cara batil. Nabi bersabda:
Raulullah saw melaknat penyuap dan orang yang disuap. (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201).
Suap yang dimaksud mencakup seluruh jenis suap, seperti suap untuk membatalkan hak atau membenarkan yang salah, segala macam tabir kepuasan yang dapat menutupinya, seperti bungkusan dibalik ‘hadiah’, pinjaman, pemberian, menunaikan kemaslahatan, bantuan, atau adanya menfaat bagi yang disuap. Dengan kata lain, semua tindakan apapun yang ditujukan untuk menyuap dengan cara apapun haram hukumnya. Jika dilakukan maka harus dikembalikan kenegara sebagai bentuk hukuman minimal yang ditanggung.
8. Menimbun/spekulan.
Menimbun adalah menahan komoditas yang dibutuhakan masyarakat dari sirkulasi pasar dalam satu masa tertentu agar harganya naik (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Setelah naik, barang tersebut dijual di pasaran. Penimbunan merupakan bagian perbuatan haram, sesuai dengan sabda Nabi saw:
“hendaklah seseorang tidak menimbun kecuali ia adalah orang yang bersalah.” (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201)
9. Perjudian.
Yaitu setiap permainan antara dua kelompok yang akan munculkan kerugian di satu pihak dan keuntungan dipihak lain, baik berdasar kesepakatan atau kemujuran (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Perbuatan ini digolongkan al Maisir seperti kesepakatan para ulama. Dalil yang menunjukkan keharaman judi adalah:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maa-idah: 90)
Etika Produksi Dalam Lingkaran Halal dan Haram
Sedangkan etika seorang produsen dalam lingkaran halal dan haram adalah menjauhi berbagai sifat diatas atau memproduksi sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam, diantaranya adalah:
· Seorang muslim harus menanam apa-apa yang memberikan kemaslahatan dan apa-apa yang didihalalkan.
· Seorang muslim juga harus memproduksi barang-barang halal, baik halal dikenakan ataupun halal dikoleksi.
· Diantara produk yang dianjurkan beredar ialah produk yang menguatkan akidah, etika dan moral manusia.
· Investasi harta dengan cara memberikan keuntungan dan kemaslahan masyarakat pada lembaga atau perusahaan yang sesuai syariah.
· Memakai sistem bagi hasil dan menjauhi Riba
· Menjauhi aktivitas yang tidak baik dalam produksi seperti jual beli yang tidak jelas, mencuri, merampas, merampas menyuap dan disuap serta berjudi
· Menjauhi aktivitas menimbun/spekulan karena menimbun bisa merugikan masyarakat banyak disebabkan menahan barang beredar sehingga banyak dari masyarakat yang dirugikan.
· Jual beli atau perniagaan barang-barang yang halal dan baik
· Bertransaksi dengan berprisnsip syari’ah seperti: titipan (wadiah), bagi hasil (syirkah), jual-beli (tijaroh), sewa (ijarah) dan jasa/fee( al ajr walumullah)
· Dalam perdagangan seorang produsen harus bersikap adil.
HIKMAH
Dari penjabaran diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita harus memperhatikan halal dan haram pada bisnis ataupun usaha kita. Kita harus mendapatkan harta atau penghasilan dengan cara yang baik atau halal dan juga menghindar dari penghasilan yang dicapai dengan cara yang salah atau haram. Begitu juga dalam mempergunakannya harus dengan cara yang halal yang diperbolehkab Islam dan tidak mempergunakannya dengan cara yang salah atau dengan cara yang diharamkan Islam. Perbedaan antara halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuannya mesti benar, namun sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik. Perintah Al Quran untuk mencari nafkah setelah melakukan ibadah ritual, mengimpliksikan bahwa seseorang hendaknya mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan. Penyucian hati yang dihasilkan oleh ibadah ritual juga hendaknya menyucikan niat dan metode mereka dalam mencari nafkah dengan cara yang halal. Prinsip halal dan haram diimplikasikan secara sama pada saat pennggunaan harta itu dan juga pasa saat akuisisi. Harta yang halal hendaknya dipergunakan dalam hal yang halal dan dibolehkan. Atau dengan kata lain, penggunaan penggunaan harta itu juga hendaknya dibatasi hanya pada suatu yang halal. Hendaknya kita menyimpan atau menginvestasikan harta pada lembaga atau perusahaan yang halal, seperti bank syariah atau lembaga-lembaga lain yang sesuai syariah. Tidak hanya mementingkan keuntungan semata akan tetapi melihat dari sisi moral yang ada.
Seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan. Karena itu semua menyebabkan terjadinya kejahatan dan kriminalitas. Seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram, baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi. Jika manusia masih memproduksi barang-barang yang dilarang beredar, maka ia turut berdosa.
Produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia. Dalam Islam juga dilarang Investasi harta dengan cara membahayakan masyarakat, karena merugikan kepentingan umum begitu juga riba, mencuri, merampas dan menimbun semuanya itu merugikan orang lain dan hasil dari harta yang didapatkan adalah batil dan diharamkan oleh Islam. Seorang muslim yang menyuap adalah orang yang dilaknat oleh Allah bagaimanapun caranya. Diharamkan juga memberi upah kepada pekerjaan yang haram. Islam melarang keras perjudian karena perjudian akan merusak generasi bangsa, menyebabkan kemalasan, rusaknya rumah tangga, merusak hubungan persaudaraan dan hanya berangan-anan menjadu kaya dengan mengandalkan keuntungan semata tanpa kerja keras.
Sedangkan etika produksi dalam lingkaran halal dan haram adalah Seorang muslim harus menanam apa-apa yang memberikan kemaslahatan dan apa-apa yang dihalalkan. Seorang muslim juga harus memproduksi barang-barang halal, baik halal dikenakan ataupun halal dikoleksi. Diantara produk yang dianjurkan beredar ialah produk yang menguatkan akidah, etika dan moral manusia. Investasi harta dengan cara memberikan keuntungan dan kemaslahan masyarakat pada lembaga atau perusahaan yang sesuai syariah.
Memakai sistem bagi hasil dan menjauhi riba karena riba adalah perbuatan yang merusak tatanan ekonomi dalam segala segi kehidupan serta menjauhi aktivitas yang tidak baik dalam produksi seperti jual beli yang tidak jelas, mencuri, merampas, merampas menyuap dan disuap serta berjudi. Menimbun adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan masyarakat banyak karena menimbun menahan barang beredar sehingga banyak dari masyarakat yang dirugikan oleh karena itu hendaknya seorang muslim menjauhi aktivitas menimbun/spekulan. Suatu yang terbaik bagi seorang mukmin adalah jual beli atau perniagaan barang-barang yang halal dan baik serta bertransaksi dengan berprisnsip syari’ah seperti: titipan (wadiah), bagi hasil (syirkah), jual-beli (tijaroh), sewa (ijarah) dan jasa/fee( al ajr walumullah) demikian juga dalam perdagangan seorang produsen dituntut untuk bersikap adil.