Kamis, 04 Februari 2010

KESEIMBANGAN DALAM KONSUMSI

Aturan dan kaidah dalam konsumsi dalam sistem ekonomi Islam menganut paham keseimbangan dalam berbagai aspek. Selain itu, tidak diperbolehkan mendikotomikan antara kenikmatan dunia dan akhirat. Bahkan sikap ekstrim pun harus dijauhkan dalam berkonsumsi. Larangan atas sikap tarf dan israf, bukan berarti mengajak seorang muslim bersikap bakhil dan kikir. Akan tetapi mengajak kepada konsep keseimbangan, karena sebaik-baiknya perkara adalah tengah-tengah.

Allah berfirman:

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al Israa': 29)

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al Furqaan: 67)

Rasulullah bersabda:

Makanlah, minumlah, bersedekahlah dan berpakaianlah kalian, tanpa israf dan menimbulkan kerusakan.” (As Suyuthi, ibid) dan Rasulullah bersabda: “bersikap zuhud bukan berarti mengharamkan sesuatu yang halal.” (As Suyuthi, ibid)

Berdasarkan uraian ayat dan hadis diatas, seorang konsumen dituntut untuk berkonsumsi secara seimbang (I’tidal), dikarenakan hal tersebut berdampak positif bagi kehidupan individu dan masyarakat, baik dalam etika maupun dalam aspek sosial dan ekonomi. Dari aspek ekonomi dapat dipahami, bahwa proteksi (bakhil) dapat mendorong seseorang untuk mengurangi konsumsi yang sedang dilakukan, sedangkan sifat konsumtif (royal) dapat menyebabkan sumber-sumber ekonomi yang ada tidak optimal, bahkan mematikan sektor investasi. (Said Sa’ad Marthon. 2004)


HIKMAH



Keseimbangan atau ‘adl menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam, dan berhubungan dengan harmoni segala sesuatu di alam semesta. Kebutuhan akan keseimbangan dan kesetaraan ditekankan Allah swt ketika ia menyebut kaum Muslim sebagai ummatun wasatun. Untuk menjaga keseimbangan antara mereka yang berpunya dan mereka yang tak berpunya, Allah swt menekankan arti penting sikap saling memberi dan mengutuk tindakan menkonsumsi yang berlebih-lebihan. Keseimbangan dan kesederhanaan adalah kunci segalanya. Sebuah transaksi yang seimbang adalah juga setara dan adil. Sebaliknya, Islam ingin mengekang kecenderungan sikap serakah manusia dan kecintaannya untuk memiliki barang-barang. Sebagai akibat, baik sikap kikir maupun boros keduanya dikutuk baik dalam Al Quran dan Hadist.

Dalam Islam juga harus ada keseimbangan dalam konsumsi, hendaknya seorang muslim bersikap sederhana dan tidak mempunyai sikap ekstrim yaitu terlalu bakhil dan juga tidak terlalu royal/boros. Islam menyukai hidup sewajarnya dan ditengah-tengah.