Kamis, 04 Februari 2010

PENIPUAN DALAM TRANSAKSI

Rasulullah saw telah melarang semua bentuk penipuan transaksi. Penipuan ataupun kecurangan mungkin berbeda bentuk dan modelnya dari satu transaksi ke transaksi yang lain, dan ajaran Islam bermaksud untuk melakukan pencegahan orang-orang yang terlibat transaksi untuk tercebur dalam penipuan dan kecurangan. Suatu waktu Rasulullah melewati tumpukan buah-buahan di sebuah pasar, tatkala memeriksa buah-buahan itu dia dapatkan bahwa bagian bawah buah-buahan itu basah, sedangkan bagian atasnya kering. Dia memarahi orang yang menjual buah tadi karena tindakannya yang curang dan menipu itu seraya bersabda:

“Barangsiapa yang menipu mka dia bukan dari golongan kami”. (HR. Muslim)

Memberitahukan cacat yang ada di dalam barang, sebagaimana disinggung hadis tadi adalah merupakan prinsip penting dalam etika bisnis yang dengan demikian pembeli tidak terkecoh dengan membeli barang itu karena ketidaktahuannya. Dengan demikian maka jelas bahwasanya menyembunyikan aib barang adalah haram.

Dalam sebuah hadis lain disebutkan bahwasanya Rasulullah tidak mengijinkan transaksi dimana tumpukan kurma yang nilai timbangannya tidak diketahui akan ditukarkan dengan kurma yang sudah jelas timbangannya. Yang serupa dengan masalah ini adalah usaha Islam untuk mencegah terjadinya sebuah kerugian yang disebabkan sebuah pertukaran semata-mata karena adanya perkiraan (spekulasi) kwantitas dari komoditas yang akan diperjualbelikan. Para ulama telah menulis secara detail kejahatan dari cara transaksi dengan cara-cara spekulasi, dan transaksi sebelum adanya barang. Contoh perdagangan yang curang, yang berdasarkan atas spekulasi dan dilarang oleh Islam, adalah keuntungan dengan hanya berdasarkan pada kans (spekulasi), yang disebut dengan Mukhatharah, maksudnya adalah sebuah praktek penyewaan tanah pertanian seseorang dengan syarat bahwasanya hasil produksi dari tanah bagian khusus tanah tersebut harus menjadi milik yang punya tanah. Contoh lainnya adalah apa yang disebut dengan talaqqi as-sila’, maksudnya mencegah barang yang akan dijual dipasar ditengah perjalanan sebelum ia sampai dipasar. Rasulullah melarang praktek semacam ini. Hal ini menurut Ibnu Taimiyyah adalah karena orang yang menjual itu bisa saja tertipu karena ia sendiri belum tahu harga sebenarnya yang ada dipasar.

Jika penipuan benar-benar terjadi maka orang yang menjual memiliki hak, sebagaimana yang disepakati oleh para fukaha’, untuk membatalkan transaksi yang telah dilakukan jika ternyata saat dia di pasar dia dapatkan bahwa harga barang yang dia jual terhadap orang yang mencegat di jalan tadi jauh dibawah harga pasar. Seorang penjaga toko juga dilarang untuk melakukan diskriminasi antara seorang mumakis (orang yang melakukan penawaran) dan seorang mustarsil (orang yang tidak melakukan penawaran) dengan cara menjual barang pada dua orang itu dengan harga yang berbeda. Dengan berdasarkan pada sebuah hadis Ibnu Taimiyyah, menganggap bahwasanya melakukan penetapan harga pada seorang murtasil (yang menawar barang itu) adalah riba. Imam Malik dan Imam Ahmad menyatakan bahwasanya seorang mustarsil punya hak untuk mengembalikan barang yang telah dibeli jika ketahuan telah terjadi penipuan.

Rasulullah saw telah melarang beberapa model transaksi yang bisa berlaku dizamannya karena adanya nuansa penipuan dan kecurangan didalamnya, baik oleh adanya sesuatu yang ambigu dalam transaksi itu dan kesalahpahaman diantara dua pihak yang hanya akan memunculkan sengketa dan percekcokan atau adanya spekulasi yang hanya akan menimbulkan kerugian pada salah satu pihak. Beberapa bentuk transaksi yang Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya telah melarang beberapa bentuk bisnis dan perdagangan terlarang yang pada hakekatnya adalah menguntungkan suatu pihak dan merugikan yang lain, memicu perselisihan dan adanya ketidak jelasan dalam jual beli, baik dari kondisi barang, takaran dan lain-lain.

1 Bay’ qbl al-qabdh. Secara literal ia berarti menjual barang sebelum dia menjadi miliknya. Ini mereferen pada praktek transaksi dimana seseorang membeli sebuah komoditas dari seorang pedagang kemudian dia menjual barang itu pada orang lain sebelum ia mengambil barang yang dibeli pedagang itu.

2 Jual beli mulamasah/Bay’ almulasamah

Artinya adalah sebuah transaksi yang dilakukan dengan memegang barang yang akan dijual. Ini merujuk pada praktek dagang dan transaksi dimana seseorang memegang kain misalnya, dan dia mengatakan pada yang lain: “Saya menjual kain ini pada anda dengan kain yang ada di tangan anda. Jika setelah ini mereka saling memegang atau menyentuh kain itu maka transaksi dianggap final.

Larangan tentang mulamasah dan Munabadzah tertera dalam haditsnya, sebagai berikut.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisaa': 29)

3 Bay’ al-munabadhah. Artinya ialah konklusi sebuah transaksi dilakukan dengan melempar batu kerikil/koral. Ini merujuk pada praktek saat seorang mengatakan: “Saya akan menjual sepotong kain atau tanah tempat dimana kerikil itu jatuh.” Setelah berkata demikian, dia melemparkan kerikil, dan dimana kerikil itu jatuh, di tanah ataupun kain maka ia akan dinyatakan sebagai barang yang dijual.

4 Bai’ Gharar

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW melarang jual beli gharar. (HR. Muslim).Al- Musyarif dalam (Al-Assal, 1993: 93) bahwa Bai’ gharar adalah jual beli dalam keadaan barangnya yang tidak diketahui, barang, keselamatannya dan kapan memperolehnya. Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Abu Umar, menurutnya Bai’ gharar adalah jual beli yang terkumpul berbagai cara, diantaranya adalah yang masih belum diketahui tentang harga maupun barangnya.

5 Talaqu Rukban

Talaqu rukban adalah salah satu bentuk jual beli yang mengandung penipuan, letak ketidakadilannya adalah pedagang kota mencegat pedagang dari desa yang tidak mengetahui harga pasar dan membeli harganya dengan murah, kemudian dijualnya barang tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sedangkan letak penipuannya adalah pada pemberitahuan informasi yang salah tentang harga oleh orang kota.

6 Bai’ Najasy

Dari Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW melarang Najasy memuji-muji barang jualan atau pura-pura menawar barang teman dengan harga tinggi, agar laku dan mahal harganya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)


HIKMAH



Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya menyembunyikan aib barang adalah haram. Melarang menjual sesuatu yang sudah jelas timbangannya dengan sesuatu barang yang tidak jelas timbangannya. Islam mencegah terjadinya sebuah kerugian yang disebabkan sebuah pertukaran semata-mata karena adanya perkiraan (spekulasi) kwantitas dari komoditas yang akan diperjualbelikan. Contoh perdagangan yang curang, yang berdasarkan atas spekulasi dan dilarang oleh Islam, adalah keuntungan dengan hanya berdasarkan pada kans (spekulasi), yang disebut dengan Mukhatharah, maksudnya adalah sebuah praktek penyewaan tanah pertanian seseorang dengan syarat bahwasanya hasil produksi dari tanah bagian khusus tanah tersebut harus menjadi milik yang punya tanah. Contoh lainnya adalah apa yang disebut dengan talaqqi as-sila’, maksudnya mencegah barang yang akan dijual dipasar ditengah perjalanan sebelum ia sampai dipasar. Seorang penjaga toko juga dilarang untuk melakukan diskriminasi antara seorang mumakis (orang yang melakukan penawaran) dan seorang mustarsil (orang yang tidak melakukan penawaran) dengan cara menjual barang pada dua orang itu dengan harga yang berbeda. Beberapa bentuk transaksi yang Rasulullah larang adalah sebagai berikut: Bay’ qbl al-qabdh. Secara literal ia berarti menjual barang sebelum dia menjadi miliknya. Bay’ almulasamah. Artinya adalah sebuah transaksi yang dilakukan dengan memegang barang yang akan dijual. Bay’ al-munabadhah. Artinya ialah konklusi sebuah transasi dilakukan dengan melempar batu kerikil/koral. Jual beli Al Munabdzah adalah orang yang leakukan kecurangan dalam jual beli. Bai’ gharar adalah jual beli dalam keadaan barangnya yang tidak diketahui, barang, keselamatannya dan kapan memperolehnya. Talaqu rukban adalah salah satu bentuk jual beli yang mengandung penipuan, letak ketidakadilannya adalah pedagang kota mencegat pedagang dari desa yang tidak mengetahui harga pasar dan membeli harganya dengan murah, kemudian dijualnya barang tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi. Bai’ Najasy memuji-muji barang jualan atau pura-pura menawar barang teman dengan harga tinggi, agar laku dan mahal harganya.