Kamis, 04 Februari 2010

Konsef Barokah

Barokah adalah satu karunia yang tidak bisa dipantau. Ini adalah sebuah pertumbuhan yang tidak bisa dikalkulasi dengan hitungan dollar dan mata uang apa saja. Konsep tentang bariokah ini meliputi semua spektrum perilaku manusia. Ada tidaknya sebuah barokah amat tergantung pada benar tidaknya sebuah perilaku dan tindakan seseorang. Jadi, semakin baik perilaku seseorang akan semakin bertambah barokah didalamnya. Sebaliknya semakin buruk perilaku seseorang maka akan semakin kecil pula barokah yang ada dilalamnya. Dengan kata lain, perilaku yang baik akan selalu diberkati (diberi barokah) sedangkan tindakan jahat akan senantiasa mendapatkan petaka. Untuk lebih spesifik, konsep barokah memberikan garansi akan kesuksesan akhir dari sebuah pekerjaan dan perilaku yang benar, baik itu secara seketika atau dalam waktu yang lama. Dalam hubungannya dengan masalah ini, maka aturan Al Quran mengenai sedekah dan riba perlu untuk kita catat. Allah berfirman:
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah (Al Baqarah: 276).
Dalam ayat ini Al Quran berjanji, dalam sebuah ungkapan yang jelas, dua konsekwensi yang diterima dalam hal sedekah dan riba. Harta akan berkurang karena riba, dan akan bertambah berkat sedekah, yang tampak diluaran sebagai sesuatu yang paradoksal (sebab riba didunia semakin berkembangnya harta, sedangkan sedekah, tampaknya mengurangi harta). Namun inilah sebenarnya apa yang disebut dengan konsep barokah tersebut. Dalam ungkapan Sayyid Qutub: “Peringatan Allah sangat benar ....masyarakat manapun yang memprkatekkan riba, maka masyarakat itu telah mencabut berkah, kesejahteraan dan kepuasan dari dirinya.” (lihat Sayyid Qutub, op, cit. 31). Teori ini kelihatannya adalah teori yang aneh, namun jika ini dipraktekkan, maka akan tampak bukti kebenarannya dan viabilitasnya.
Orang yang beriman diperintahkan untuk meningkatkan dan menambah harta mereka lewat jalan sedekah (yakni memberikan harta kepada mereka yang miskin yang menghajatkan dengan semata-mata mengharapkan ridha Allah dan tidak mengharapkan apa-apa dari para penerima), dan bukannya dengan cara ribawi, yang meskipun ia mendatangkan keuntungan dan peningkatan hartanya, namun tindakan itu akan menghalangi turunnya barokah Allah dalam harta miliknya. Konsep tentang barokah Rasulullah ditegaskan dalam berbagai hadisnya, seperti: tidak akan berkurang karena bersedekah. (lihat, hadis yang dikutip oleh Babili, op, cit. 125). Al Bahi menyatakan bahwa sedekah akan meningkatkan efek positif pada harta kekayaan. Sebaliknya riba, yang tampak sepintas akan menambah kuantitas harta, namun harta yang bertambah itu sebenarnya berkurang dari nilai-nilai yang utama. Walaupun hal ini tampak sebagai suatu yang paradoksal, namun hal ini merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Ketika berbicara mengenai riba, Babili menyatakan,
“bahwasannya riba itu akan menjauhkan dari barokah, dan akan mengakibatkan terkonsentrasinya kekayaan pada segelintir orang, mengakibatkan meningkatnya kemiskinan secara massif, dan akan menimbulkan bentrokaan antara orang-orang yang kaya dengan orang-orang yang miskin.” (Babili, op.cit. 126).
Manusia selalu menharapkan rahmat dan karunia Allah. Untuk mencapai itu semua maka seseorang harus mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Dengan melakukan tindakan pembangkangan pada Allah, maka manusia telah mengundang kemurkaan Allah, bukan nikmat dan karunia-Nya. Keterlibatan seseorang dalam riba misalnya (ataupun aktivitas lainnya yang dilarang) adalah tindakan maksiat dan pembangkangan pada Allah, yang akibatnya adalah menjauhkan rahmat dan nikmat Allah dari dirinya. Dengan mengambil kesimpulan dari adanya bukti-bukti dalam Al Quran. Fazlur Rahman menyatakan:
Ada korelasi yang kuat antara kesejahteraan dan moralitas. Sebuah masyarakat akan bahagia dan sejahtera jika ia mampu menjaga misi moral, dan kesejahteraan itu akan sirna dan musnah jika mereka runtuh secara moral.
Bagi seorang muslim yang memiliki kepercayaan yang kuat akan konsep barokah, berarti ia memiliki sebuah aset yang besar. Kepercayaan ini akan mendorong dirinya untuk berbuat dan berperilaku baik, meskipun tampaknya tidak menguntungkan, dan akan menjadikannya menghindar dari perbuatan jahat meskipun dia melihat bahwa dari perbuatan itu akan mendapatkan untung.

HIKMAH

Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa Ada tidaknya sebuah barokah amat tergantung pada benar tidaknya sebuah perilaku dan tindakan seseorang. Jadi, semakin baik perilaku seseorang akan semakin bertambah barokah didalamnya. Sebaliknya semakin buruk perilaku seseorang maka akan semakin kecil pula barokah yang ada dilalamnya. Dengan kata lain, perilaku yang baik akan selalu diberkati (diberi barokah) sedangkan tindakan jahat akan senantiaasa mendapatkan petaka. Untuk lebih spesifik, konsep barokah memberikan garansi akan kesuksesan akhir dari sebuah pekerjaan dan perilaku yang benar, baik itu secara seketika atau dalam waktu yang lama.

Konsef Haram dan Halal

Semua hal yang menyangkut dan berhubungan dengan harta benda hendaknya dilihat dan dihukumi dengan kriteria halal dan haram. Semua praktek-praktek jahat dan kecurangan yang berhubungan dengan transaksi harta benda dan kekayaan dilarang. Semua larangan itu berdasarkan satu prinsip: jangan ada ketidakadilan dan jangan ada penipuan. Setiap orang bisa melihat aplikasi dari prinsip Al Quran dalam sabda dan perilaku Rasulullah serta para sahabatnya.

Perbedaan antara halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuannya mesti benar, namun sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik. Perintah Al Quran untuk mencari nafkah setelah melakukan ibadah ritual, mengimpliksikan bahwa seseorang hendaknya mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan. Penyucian hati yang dihasilkan oleh ibadah ritual juga hendaknya menyucikan niat dan metode mereka dalam mencari nafkah dengan cara yang halal.

Rasulullah sangat konsen dengan persoalan yang menyangkut penghsilan dengan cara yang halal. Dia sangat memperhatikan dari mana seseorang memperoleh harta benda. Umar bin khaththab adalah khalifah yang dengan tegas mempraktekkan formula ini untuk para gubernur dan para pejabat dijajaran pemerintahannya. Disini ditekankan bahwasannya penggunaan harta dengan cara yang baik adalah untuk memperoleh ridha Allah dan juga demi tercapainya distribusi kekayaan yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat. Namun demikain Allah tidak akan menerima penggunaan harta (sedekah, zakat dan infak) dimana harta-harta itu dihasilkan dari cara yang tidak halal.

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al Baqarah: 267)

Oleh sebab itulah jika sedekah atau infak ingin diterima, maka hendaknya harta tersebut dihasilkan lewat jalan yang halal. Prinsip halal dan haram diimplikasikan secara sama pada saat penggunaan harta itu dan juga pasa saat akuisisi. Harta yang halal hendaknya dipergunakan dalam hal yang halal dan dibolehkan. Atau dengan kata lain, penggunaan penggunaan harta itu juga hendaknya dibatasi hanya pada suatu yang halal. Harta tersebut jangan sampai digunakan untuk perjudian, minuman keras, perzinaan dan apa saja yang dilarang oleh syariah.

Pemilik harta tersebut memiliki kebebasan untuk menyimpan ataupun menginvestasikan harta. Namun dalam dua kasus tersebut, hendaknya mengikuti petunjuk yang telah digariskan oleh Al Quran. Pada saat ia menyimpan harta itu, hendaknya dia mengeluarkan zakat dan kewajiban lain yang berhubungan dengan itu, dan jika ia menginvestasikan harta tersebut, maka hendaknya ia memilih perdagangan yang halal, dan menjauhi perdagangan yang haram, misalnya menanamkan pada investasi yang mengandung riba. Seorang muslim diperintahkan menanamkan modalnya dalam perdagangan yang halal meskipun mungkin akan menghasilkan untuk sedikit jika dibandingkan penanaman modal pada wilayah-wilayah yang haram. Tidak hanya mementingkan keuntungan semata akan tetapi melihat dari sisi moral yang ada.

Lingkaran Halal dan Haram Dalam Memproduksi

Prinsip etika dalam produksi dalam suatu bisnis yang wajib dilaksanakan oleh setiap produsen muslim baik individu maupun komunitas adalah berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak melawati batas.

Walaupun daerah halal itu luas, tetapi mayoritas jiwa manusia yang ambisius merasa kurang puas dengan hal itu walaupun banyak jumlahnya. Banyak ditemukan jiwa manusia yang tergiur kepada sesuatu yang haram. Mereka yang mengatakan bahwa “yang haram saja susah apalagi yang halal” perkataan ini adalah perkataan yang hanya ingin mendapatkan sesuatu secara mudah, tidak mau bekerja keras dan hanya ingin memperoleh keuntungan saja tidak mempedulikan norma dan etika agama yang ada. Dengan melanggar hukum-hukum Allah. QS. Al-Baqarah: 229

Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 229)

Dibawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang diharamkan untuk dikonsumsi baik yang merusak akidah, akhlak dan jiwa manusia. Dibawah akan dijelaskan beberapa dari pendapat Yusuf Qardhawi dan Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan, seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi dan diantara produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia. Penjelasan dari pokok pembahasan diatas adalah:

1. Seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan.

Seperti Poppy, Cannabis atau heroin annggur (untuk minuman keras) dan tembakau yang menurut WHO, sains dan hasil riset, berbahaya bagi manusia.

2. Seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram, baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi.

Dalam hadis Shahih ditemukan alasan ungkapan diatas:

“Barang siapa dalam islam melestarikan tradisi buruk, maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang melaksanakan, sesudahnya tanpa mengurangi dosa-dosa menreka sedikitpun (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dari Jasir. Shahih Jami’ Shaghir No. 6305)

3. Diantara produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia.

(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (An-Nahl: 25)

Allah swt berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak Mengetahui. (An Nuur: 19).

Sedangkan menurut Abdullah Abdul Husain At-Tariqi (2004) hal-hal yang diharamkan dalam Islam Adalah:

1. Investasi harta dengan cara membahayakan masyarakat.

Islam melarang produksi yang hanya merealisasikan kepentingan pribadi dan membahayakan kepentingan umum. Produksi dan keuntungan dengan cara eksploitasi, tipu daya, eksploitasi kebutuhan dan menimbulkan bahaya bagi kaum miskin dengan cara apapun diharamkan. Hadis yang menunjukkan haramnya produksi barang yang membahayakan adalah sabda Nabi SAW:

Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain” (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201)

2. Riba

Islam dan agama-agama samawi lainnya mengharamkan riba, karena dalam riba terdapat hal yang membahayakan masyarakat dan ekonomi. Resiko ekonomi menunjukkan bahwa riba merupakan mediasi yang tidak cocok bagi kegiatan ekonomi berdasar beberapa alasan:

· Bunga yang dihasilkan oleh pelaku riba tidak dihasilkan dengan cara produksi, tapi diambil dari harta orang lain atau dari sumber masyarakat tanpa didahului oleh proses produksi.

· Bunga yang dihasilkan akan menyebabkan kemalasan dan nilai tambahnya tanpa usaha dan kerja keras.

· Riba akan menyebabkan pertambahan nilai inflasi di masyarakat.

· Riba memberatkan beban peminjam manakala ia tidak mampu melunasi dikarenakan berlipatnya nilai bunga.

3. Jual beli tidak jelas ((الغرر.

Gharar merupakan jenis benda yang ditransaksikan tanpa ada kejelasan ukuran dan sifat ketika transaksi berlangsung (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Kerelaan sebagai unsur penting dalam jual beli tidak terdapat dalam transaksi ini. Bentuk transaksi ini termasuk transaksi yang mengandung unsur batil.

4. Pencurian.

Allah menetapkan hukuman potong tangan karena perbuatan mencuri merupakan bentuk pengkhianatan. Allah berfirman:

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al Maa-idah: 38).

5. Perampasan.

Menguasai harta orang lain secara ilegal. Kaum muslimin telah sepakat bahwa perbuatan ini adalah haram, karena memakan hasil rampasan dikategorikan sebagai memakan harta dengan cara yang batil sesuai dengan firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (An Nisaa': 29)

Perampasan diharamkan mengingat adanya unsur mengambil harta orang lain, baik dengan cara paksa dan aniaya, atau juga dengan cara yang tidak menyenangkan jiwa dan meniadakan kerelaan. Perampas harus mengembalikan hartanya. Jika hilang, maka harus menggantikan senilai dengan harta tersebut. Baik sudah mengambil manfaat ataupun belum. Jika rusak, maka harus mengganti barang tersebut.

6. Upah pekerjaan yang haram dilaksanakan, seperti mas kawin zina dan tips bagi dukun.

Mencari harta dengan cara menjual minuman keras, bangkai, babi dan berhala tidak dihalalkan sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jabir RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:

Sesungguhnya Allah dan Rasul-nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala.” (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201).

7. Suap.

Adalah pemberian sesuatu kepada hakim atau orang lain agar memutuskan hukum sesuai yang diinginkan (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, 2004). Hukum suap haram. Pengharaman Islam ini ditujukan untuk menjaga masyarakat dari timbulnya kerusakan dan penganiayaan hukum tanpa hak atau untuk menegakkan keadilan. Kaum muslim telah satu kata tentang larangan suap.

Perkara ini sama dengan mengambil harta dengan cara batil. Nabi bersabda:

Raulullah saw melaknat penyuap dan orang yang disuap. (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201).

Suap yang dimaksud mencakup seluruh jenis suap, seperti suap untuk membatalkan hak atau membenarkan yang salah, segala macam tabir kepuasan yang dapat menutupinya, seperti bungkusan dibalik ‘hadiah’, pinjaman, pemberian, menunaikan kemaslahatan, bantuan, atau adanya menfaat bagi yang disuap. Dengan kata lain, semua tindakan apapun yang ditujukan untuk menyuap dengan cara apapun haram hukumnya. Jika dilakukan maka harus dikembalikan kenegara sebagai bentuk hukuman minimal yang ditanggung.

8. Menimbun/spekulan.

Menimbun adalah menahan komoditas yang dibutuhakan masyarakat dari sirkulasi pasar dalam satu masa tertentu agar harganya naik (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Setelah naik, barang tersebut dijual di pasaran. Penimbunan merupakan bagian perbuatan haram, sesuai dengan sabda Nabi saw:

“hendaklah seseorang tidak menimbun kecuali ia adalah orang yang bersalah.” (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004: 181-201)

9. Perjudian.

Yaitu setiap permainan antara dua kelompok yang akan munculkan kerugian di satu pihak dan keuntungan dipihak lain, baik berdasar kesepakatan atau kemujuran (Abdullah Abdul Husain At-Tariqi. 2004). Perbuatan ini digolongkan al Maisir seperti kesepakatan para ulama. Dalil yang menunjukkan keharaman judi adalah:

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maa-idah: 90)

Etika Produksi Dalam Lingkaran Halal dan Haram

Sedangkan etika seorang produsen dalam lingkaran halal dan haram adalah menjauhi berbagai sifat diatas atau memproduksi sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam, diantaranya adalah:

· Seorang muslim harus menanam apa-apa yang memberikan kemaslahatan dan apa-apa yang didihalalkan.

· Seorang muslim juga harus memproduksi barang-barang halal, baik halal dikenakan ataupun halal dikoleksi.

· Diantara produk yang dianjurkan beredar ialah produk yang menguatkan akidah, etika dan moral manusia.

· Investasi harta dengan cara memberikan keuntungan dan kemaslahan masyarakat pada lembaga atau perusahaan yang sesuai syariah.

· Memakai sistem bagi hasil dan menjauhi Riba

· Menjauhi aktivitas yang tidak baik dalam produksi seperti jual beli yang tidak jelas, mencuri, merampas, merampas menyuap dan disuap serta berjudi

· Menjauhi aktivitas menimbun/spekulan karena menimbun bisa merugikan masyarakat banyak disebabkan menahan barang beredar sehingga banyak dari masyarakat yang dirugikan.

· Jual beli atau perniagaan barang-barang yang halal dan baik

· Bertransaksi dengan berprisnsip syari’ah seperti: titipan (wadiah), bagi hasil (syirkah), jual-beli (tijaroh), sewa (ijarah) dan jasa/fee( al ajr walumullah)

· Dalam perdagangan seorang produsen harus bersikap adil.

HIKMAH



Dari penjabaran diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita harus memperhatikan halal dan haram pada bisnis ataupun usaha kita. Kita harus mendapatkan harta atau penghasilan dengan cara yang baik atau halal dan juga menghindar dari penghasilan yang dicapai dengan cara yang salah atau haram. Begitu juga dalam mempergunakannya harus dengan cara yang halal yang diperbolehkab Islam dan tidak mempergunakannya dengan cara yang salah atau dengan cara yang diharamkan Islam. Perbedaan antara halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuannya mesti benar, namun sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik. Perintah Al Quran untuk mencari nafkah setelah melakukan ibadah ritual, mengimpliksikan bahwa seseorang hendaknya mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan. Penyucian hati yang dihasilkan oleh ibadah ritual juga hendaknya menyucikan niat dan metode mereka dalam mencari nafkah dengan cara yang halal. Prinsip halal dan haram diimplikasikan secara sama pada saat pennggunaan harta itu dan juga pasa saat akuisisi. Harta yang halal hendaknya dipergunakan dalam hal yang halal dan dibolehkan. Atau dengan kata lain, penggunaan penggunaan harta itu juga hendaknya dibatasi hanya pada suatu yang halal. Hendaknya kita menyimpan atau menginvestasikan harta pada lembaga atau perusahaan yang halal, seperti bank syariah atau lembaga-lembaga lain yang sesuai syariah. Tidak hanya mementingkan keuntungan semata akan tetapi melihat dari sisi moral yang ada.

Seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang membahayakan dan apa-apa yang diharamkan. Karena itu semua menyebabkan terjadinya kejahatan dan kriminalitas. Seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram, baik haram dikenakan ataupun haram dikoleksi. Jika manusia masih memproduksi barang-barang yang dilarang beredar, maka ia turut berdosa.

Produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia. Dalam Islam juga dilarang Investasi harta dengan cara membahayakan masyarakat, karena merugikan kepentingan umum begitu juga riba, mencuri, merampas dan menimbun semuanya itu merugikan orang lain dan hasil dari harta yang didapatkan adalah batil dan diharamkan oleh Islam. Seorang muslim yang menyuap adalah orang yang dilaknat oleh Allah bagaimanapun caranya. Diharamkan juga memberi upah kepada pekerjaan yang haram. Islam melarang keras perjudian karena perjudian akan merusak generasi bangsa, menyebabkan kemalasan, rusaknya rumah tangga, merusak hubungan persaudaraan dan hanya berangan-anan menjadu kaya dengan mengandalkan keuntungan semata tanpa kerja keras.

Sedangkan etika produksi dalam lingkaran halal dan haram adalah Seorang muslim harus menanam apa-apa yang memberikan kemaslahatan dan apa-apa yang dihalalkan. Seorang muslim juga harus memproduksi barang-barang halal, baik halal dikenakan ataupun halal dikoleksi. Diantara produk yang dianjurkan beredar ialah produk yang menguatkan akidah, etika dan moral manusia. Investasi harta dengan cara memberikan keuntungan dan kemaslahan masyarakat pada lembaga atau perusahaan yang sesuai syariah.

Memakai sistem bagi hasil dan menjauhi riba karena riba adalah perbuatan yang merusak tatanan ekonomi dalam segala segi kehidupan serta menjauhi aktivitas yang tidak baik dalam produksi seperti jual beli yang tidak jelas, mencuri, merampas, merampas menyuap dan disuap serta berjudi. Menimbun adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan masyarakat banyak karena menimbun menahan barang beredar sehingga banyak dari masyarakat yang dirugikan oleh karena itu hendaknya seorang muslim menjauhi aktivitas menimbun/spekulan. Suatu yang terbaik bagi seorang mukmin adalah jual beli atau perniagaan barang-barang yang halal dan baik serta bertransaksi dengan berprisnsip syari’ah seperti: titipan (wadiah), bagi hasil (syirkah), jual-beli (tijaroh), sewa (ijarah) dan jasa/fee( al ajr walumullah) demikian juga dalam perdagangan seorang produsen dituntut untuk bersikap adil.

Perlunya Berinfaq

Untuk mengembangkan dan memupuk kualitas moral diantara manusia, Islam antara lain menetapkan sebuah aturan pembelanjaan untuk harta yang berlebihan. Harta ini harus digunakan dijalan yang baik untuk kesejahteraan umum dan menolong orang-orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Jalan terbaik bagi orang-orang yang mempunyai harta lebih adalah memberikannya pada orang-orang lain sehingga mereka dapat memuaskan kebutuhan orang-orang lain itu. Sifat seperti itu dalam Islam dianggap sebagai salah satu ukuran moralitas yang tertinggi. Masyarakat Islam lebih menghargai orang-orang yang mencari dan menafkahkan hartanya daripada orang-orang yang menimbun kekayaannya.

Terdapat banyak ayat Al-Quran yang membantu menanamkan semangat ini diantara sesama manusia dan mendorong mereka untuk menafkahkan hartanya pada orang miskin. Bersedekah dengan ikhlas dan memberikan yang terbaik:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al Baqarah: 267)

Sedekah harus karena Allah yaitu bersedekah karena ikhlas, bersedekah dengan upaya yang jujur dan tidak diikuti dengan menyebut-nyebutkan dan kepura-puraan. dalam bersedekah seorang muslim harus memilih yang baik-baik saja dan tidak memberikan suatu yang buruk. Apalagi dengan menyebut-nyebutnya dan disertai dengan menyakiti perasaan oarang yang menerima sedekah tersebut. Islam mengajarkan untuk melakukan sedekah dengan ikhlas dan tulus mengharapkan ridha Allah swt. Tidak dikarenakan sesuatu niat yang tidak baik atau berpura-pura.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al Baqarah: 264)

Para mufassir berbeda pendapat tentang infak ini, sebagian mereka berpendapat infak adalah zakat fardhu, sebagian yang lain berpendapat sedekah sunat, dan ada yang berpendapat menafkahkan harta untuk keluarga. Tapi di sini para pengamat condong mengatakan bahwa redaksi infak bertendensi ke seluruh bentuk infak baik itu yang diwajibkan atau disunahkan, untuk diri sendiri atau untuk keluarga, untuk masyarakat ataupun fi sabilillah. Dalam Al-Quran menjelaskan bahwa yang dinafkahkan adalah sebagian rezki yang Allah berikan, sedangkan sebagian disimpan (Yusuf Qardhawi, 1997)

Agar tercapai sirkulasi dan distribusi kekayaan dan harta, Al Quran menekankan penggunaan harta itu untuk diberikan pada orang-orang yang miskin dan fakir dan orang-orang yang tidak beruntung di dalam masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan. Orang kaya akan menafkahkan hartanya di jalan Allah, mendapat jaminan penuh, sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, bahwasannya harta mereka tidak akan berkurang karena diinfakkan dijalan Allah. Banyak sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan infak.

Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (Al Baqarah: 110).

Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Muzzammil: 20)

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz Dzariyaat: 19).

Dan juga banyak dari hadis Nabi yang menganjurkan untuk berinfak. Lewat cara ini pemilik harta diingatkan bahwasannya hanya penggunaan yang benar dan infak yang benar saja yang kan mendapat keuntungan, dan Allah sangat senang untuk melihat bekas rahmat-Nya ditampakkan pleh hambanya.

Penekanan Al Quran akan arti pentingnya zakat dapat dilihat dari ancaman bagi orang yang tidak menunaikan zakat. Dalam pandangan Al Quran, mereka yang tidak mau mengeluarkan zakat dianggap orang yang mendustakan agama.

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al Maa'uun: 1-3)

Menurut Al Quran, al birr/kebaikan (salah satu nilai utama kebaikan tertinggi) ada didalam infak. Hanya dengan infaklah keutamaan tertinggi akan bisa dicapai dan diperoleh.

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Ali 'Imran: 92)

Al Quran menegaskan bahwasannya menafkahkan harta dijalan Allah, berarti seseorang telah membangun hubungan dengan Allah dalam bisnis mereka, dan pahala mereka akan berlipat ganda.

Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Ar Ruum: 39)

Rasulullah menyatakan bahwsannya seluruh manusia adalah satu “keluarga” Allah, dan manusia yang paling dekat kepada Allah adalah orang yang paling baik terhadap “famili”nya.

Saat membahas ajaran Al Quran tentang infak, Maududi menyimpulkan bahwasannya kekayaan itu jangan sampai ditahan karena bakhil dan jangan pula digunakan untuk saluran-saluran yang tidak benar. Sebaliknya harta itu harus selalu beredar dengan sirkulasi yang konstan sehingga manusia bisa mengambil keuntungan dari sirkulasi harta itu. Bahkan Al Quran memerintahkan kepada manusia untuk menginfakkan barang yang paling disenanginya. Infak hendaknya memiliki tujuan yang jelas dan jangan sampai dilakukan dengan cara yang sembrono. Seseorang hendaknya menafkahkan hartanya dijalan yang akan mengantarkan dirinya pada kebahagian dihari akhir dan juga demi memberikan kebahagiaan pada orang-orang yang miskin.

Perintah Al Quran tentang infak ini demikian keras dan sekaligus persuasif, yaitu seorang mukmin diserukan untuk memberikan infak kepada orang lain tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya. Perilaku yang sangat dermawan (itsaar) dari para sahabat ini, telah Al Quran rekam. Tak kurang dari sebelas ayat dalam Al Quran, yang menyuruh kaum mukmin untuk mengorbankan harta dan jiwanya dijalan Allah. Penting untuk dicatat, bahwa seluruh perintah Al Quran itu kecuali satu saja harta lebih awal setelah itu menyebut jiwa. Hal ini merupakan indikasi yang jelas bahwa dalam pandangan Al Quran, mengorbankan yang pertama itu adalah lebih utama daripada yang kedua.

1. Etika Menafkahkan Harta Dalam Kebajikan

· Islam mengajarkan untuk melakukan sedekah dengan ikhlas dan tulus mengharapkan ridha Allah swt.

· Menggunakan Harta Secukupnya

Mendahulukan yang primer daripada sekunder dan bertindak moderat. Tidak dipergunakan untuk hal-hal yang dilarang agama dan merusak tatanan masyarakat.

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al Furqaan: 67)

· Dalam bersedekah seorang muslim harus memilih yang baik-baik.

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (Al Baqarah: 267)

· Selain menafkahakan sebagian hartanya pada kebajikan seorang muslim juga dianjurkan untuk menabung untuk kemaslahatan masa depan.

2. Dua sasaran membelanjakan harta

Menurut Yusuf Qardhawi (1997) Ada dua sasaran membelanjakan harta:

a. Fi sabilillah

Dalam menafkahkan di jalan Allah atau fi sabilillah banyak sekali variasinya, ada yang berbentuk peringatan dan perintah, ada yang berbentuk ingkar dan anjuran, dalam bentuk ganjaran mulia, dalam bentuk ancaman keras. Diantara perintah yang dianjurkan oleh Allah kepada manusia adalah ganjaran yang diterima oleh seorang muslim jika ia menafkahkan sebagian rezkinya.

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah: 261).

Allah akan membalas berlipat ganda bagi para hambanya yang menafkahkan sebagian rezkinya. Begitu juga jika manusia mengingkari nikmat yang deanugerahkannya kepadanya maka ia akan mendapatkan ancaman dari Allah swt.

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At Taubah: 34-35)

Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di neraka Jahannam jika mereka enggan menafkahkan harta mereka dijalan Allah.

b. Membelanjakan harta untuk diri dan keluarga

Bentuk nafkah yang kedua adalah nafkah kepada diri sendiri dan untuk keluarga. Seorang muslim tidak boleh mengharamkan harta yang halal dan baik untuk dirinya dan keluarga. Apalagi mampu untuk mendapatkan harta apakah itu atas dorongan dari sikap zuhud ataupun karena ia adalah orang yang serba kekurangan atau karena pelit atau bakhil.



HIKMAH



Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sudah sepantasnya bagi kaum muslim untuk menginfakkan sebagaian hartanya bagi orang yang tidak mampu. Menginfakkan harta dalam kebaikkan adalah jalan yang benar yang telah diajarkan oleh agama Islam, karena harta yang berlebihan sangat baiknya jika dipergunakan pada saat dan tempat yang tepat. Tidak sepantasnyalah bagi kaum muslim untuk mempergunakan hartanya atau kekayaannya itu dengan menahannya karena bakhil dan jangan pula digunakan untuk saluran-saluran yang tidak benar. Sebaliknya harta itu harus selalu beredar sehingga manusia bisa mengambil keuntungan dari harta itu. Bahkan Al Quran memerintahkan kepada manusia untuk menginfakkan barang yang paling disenanginya. Infak hendaknya memiliki tujuan yang jelas dan jangan sampai dilakukan dengan cara yang sembrono. Seseorang hendaknya menafkahkan hartanya dijalan yang akan mengantarkan dirinya pada kebahagian dihari akhir dan juga demi memberikan kebahagiaan pada orang-orang yang miskin.

Etika dalam menafkahkan harta dalam kebajikan adalah bersedekah dengan ikhlas dan tulus mengharapkan ridha Allah swt. serta memilih yang terbaik dan menggunakan harta secukupnya sesuai dengan kebutuhan dan mendahulukan yang pokok. Selain menafkahakan sebagian hartanya pada kebajikan seorang muslim juga dianjurkan untuk menabung untuk kemaslahatan masa depannya.

Penipuan

Al Quran sangat tidak setuju dengan penipuan dalam bentuk apapun. Penipuan (kelicikan) digambarkan oleh Al Quran sebagai karakter utama kemunafikan, dimana Al Quran telah menyediakan siksa yang pedih bagi tindakan ini, di dalam neraka. Allah berfirman,

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (An Nisaa': 145).

Islam menuntut pemeluknya untuk menjadi orang yang jujur dan amanah. Orang yang melakukan penipuan dan kelicikan tidak dianggap sebagai umat Islam yang sesungguhnya, meskipun dari lisannya keluar pernyataan bahwasanya dirinya seorang muslim. Sebagaimana sabda Rasulullah,

Barang siapa yang melakukan penipuan maka dia bukan golongan kami (HR. Ibnu Hibban dan Abu Nu’im).

Istilah ghisy dalam bisnis adalah menyembunyikan cacat barang dan mencampur dengan barang-barang baik dengan yang jelek. Beberapa bentuk penipuan yang dilarang keras di dalam Al Quran akan didiskusikan pada pembahasan dibawah ini.

1. Tathfif (curang dalam timbangan)

Secara kebahasaan tathfif berarti berdikit-dikit, berhemat-hemat, pelit. Al-Muthaffif, orang yang mengurangi bagian orang lain tatkala ia melakukan timbangan/takaran untuk orang lain. Istilah ini digunakan dalam Al Quran dengan merujuk secara khusus terhadap praktek kecurangan dalam timbangan dan takaran, dimana praktek ini telah merampas hak orang lain. Sebagaimana disebutkasn diatas, semua bentuk penipuan adalah dikutuk dan dilaknat. Makanya, kecurangan terhadap orang lain lewat ketikaakuratan timbangan dan takaran mendapat perhatian yang spesial karena ia memiliki efek yang sangat vital dalam transaksi bisnis. Surat kedelapan puluh tiga didalam Al Quran disebut dengan surat Al Muthaffifin (orang-orang yang curang dalam timbangan).orang yang merugikan dan curang dalam hal timbangan dan takaran terhadap orang lain saat menimbang dan menakar untuk mereka dan menerima secara penuh dari orang lain, mendapat ancaman beberapa siksa di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah,

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (Al Muthaffifin: 1-3).

Beberapa ulama bahkan memberikan makna yang lebih luas terhadap kata tathfif, termasuk orang yang menerima gaji secara penuh namun dia tidak menunaikan tugas-tugasnya secara jujur dan efisien. Yusuf Musa menyetakan bahwasanya seorang pekerja yang tidak menunaikan tugas-tugasnya secara jujur dan efisien, maka orang itu dianggap sebagai orang yang curang, penipu dan tidak amanah. Dia memasukkan orang yang demikian dalam apa yang Rasulullah sabdakan: barang siapa yang menipu maka dia tidak masuk golongan kami. Kaum muslim diharuskan untuk melakukan kewajiban dan tugas-tugasnya dengan penuh kejujuran dan dengan cara yang efisien, dan cara-cara menghindari tanggung jawab adalah dikutuk dengan keras.

2. Tidak jujur

Tidak diragukan bahwasanya ketidakjujuran, adalah bentuk kecurangan yang paling jelek. Orang yang tidak jujur akan selalu berusaha melakukan penipuan pada orang lain, kapan dan dimana saja kesempatan itu terbuka bagi dirinya. Al Quran dengan tegas melarang ketidak jujuran itu. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui. (Al Anfaal: 27)

Rasulullah saw. Menyatakan bahwasanya ktidakjujuran adalah salah satu dari tandatanda sifat orang munafik. Rasulullah bersabda: tiga tanda orang munafik adalah jika dia bicara dia selalu berdusta, dan jika berjanji, maka dia akan selalu mengingkari dan jika dia diberi amanat maka dia akan berkhianat.” (HR. Bukhari).

Islam melarang semua penyalah-gunaan dan penggunaan barang milik majikan oleh orang yang bekerja padanya, dimana dia terikat hanya mendapatkan gaji saja. Penggunaan dan pengambilan barang melebihi batas imbalan yang ditetapkan maka itu dianggap sebagai ketidakjujuran dan pencurian, yang keduanya Islam larang. Kutukan, celaan dan larangan terhadap ketidakjujuran, kecurangan, dan pengkhianatan amanah terdapat lebih dari sembilan belas ayat didalam Al Quran.salah satunya adalah:

Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (Ali 'Imran: 161)

3. Kebohongan dan pengingkaran janji

Al Quran dengan keras menentang kebohongan. Tuntutan palsu, tuduhan yang tidak berdasar, dan kesaksian palsu sangat dikutuk dan dilarang dengan tegas. Beberapa ayat berikut akan menjelaskan larangan-larangan Allah itu.

Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat itu? kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban. (Az Zukhruf: 19)

Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai, (Adz Dzariyaat: 10-11).

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (An Nahl: 116).

Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. (An Nisaa’: 112).

Al Quran mengutuk para pembohong dan pendusta. Rasulullah sebagaimana disebutkan diatas, menggambarkan bahwa dusta adalah salah satu dari tiga tanda orang-orang munafik. Dusta kapan dan dimanapun sangatlah berbahaya. Dalam bidang bisnis, dampaknya akan sangat terasa dan tidak mungkin untuk diabaikan. Statemen yang salah dalam perdagangan bukan hanya akan membahayakan konsumen, namun juga akan mendatangkan bahaya yang demikian berat bagi para produser dan juga para pedagang. Kepercayaan atas produksi dan reliabilitas pada para pedagangnya memainkan peranan kunci dalam usaha mengokohkan dan mengembangkan sebuah bisnis. Rasulullah dalam sebuah hadisnya memperingatkan dengan keras:

“Dua orang yang melakukan transaksi memiliki opsi, tatkala keduanya masih berada di tempat. Jika mereka jujur dan memberikan gambaran (yang jelas tentang barang yang didagangkan) maka transaksi yang mereka lakukan akan mendapat berkah, namun jika mereka menyembunyikan cacat yang ada maka transaksi mereka akan jauh dari rahmat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan lebih dari itu, Al Quran juga mengutuk cara-cara mencampuradukka antara yang hak dan yang batil dan menyembunyikan yang hak. Sebagaimana firman Allah,

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahui. (Al Baqarah: 42).

Rasulullah saw melarang An Najsy, yakni menyatakan penawaran dengan harga tinggi, padahal dia sendiri sama sekali tidak bermaksud untuk membeli barang yang dia tawar dengan harga tinggi itu. Ini hanya dia maksudkan agar orang lain juga menawar dengan harga yang tinggi. Secara tegas dusta, dan tipu muslihat dikutuk dengan keras. Pengingkaran janji juga merupakan satu praktek kejahatan lain yang dengan keras ditentang oleh Islam. Sebagaimana firman Allah,

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Ar Ra’d: 25).

Pelanggaran sumpah juga merupakan salah satu dosa besar yang harus ditebus dengan membayar kaffarat.


HIKMAH



Dari penjelasan diatas dapat kita petik sautu pelajaran bahwa Al Quran sangat tidak setuju dengan penipuan dalam bentuk apapun. Penipuan (kelicikan) digambarkan oleh Al Quran sebagai karakter utama kemunafikan, dimana Al Quran telah menyediakan siksa yang pedih bagi tindakan ini, di dalam neraka. Tindakan penipuan yang dilarang dalam Islam adalah Tathfif (curang dalam timbangan), Tidak jujur, kebohongan dan pengingkaran janji. Al-Muthaffif, orang yang mengurangi bagian orang lain tatkala ia melakukan timbangan/takaran untuk orang lain. Istilah ini digunakan dalam Al Quran dengan merujuk secara khusus terhadap praktek kecurangan dalam timbangan dan takaran, dimana praktek ini telah merampas hak orang lain. Orang yang tidak jujur akan selalu berusaha melakukan penipuan pada orang lain, kapan dan dimana saja kesempatan itu terbuka bagi dirinya. Al Quran dengan tegas melarang ketidakjujuran itu. Al Quran dengan keras menentang kebohongan. Tuntutan palsu, tuduhan yang tidak berdasar, dan kesaksian palsu sangat dikutuk dan dilarang dengan tegas. Rasulullah sebagaimana disebutkan diatas, menggambarkan bahwa dusta adalah salah satu dari tiga tanda orang-orang munafik. Dusta kapan dan dimanapun sangatlah berbahaya dan dilarang oleh Islam dengan jelas dan tegas.

PENIPUAN DALAM TRANSAKSI

Rasulullah saw telah melarang semua bentuk penipuan transaksi. Penipuan ataupun kecurangan mungkin berbeda bentuk dan modelnya dari satu transaksi ke transaksi yang lain, dan ajaran Islam bermaksud untuk melakukan pencegahan orang-orang yang terlibat transaksi untuk tercebur dalam penipuan dan kecurangan. Suatu waktu Rasulullah melewati tumpukan buah-buahan di sebuah pasar, tatkala memeriksa buah-buahan itu dia dapatkan bahwa bagian bawah buah-buahan itu basah, sedangkan bagian atasnya kering. Dia memarahi orang yang menjual buah tadi karena tindakannya yang curang dan menipu itu seraya bersabda:

“Barangsiapa yang menipu mka dia bukan dari golongan kami”. (HR. Muslim)

Memberitahukan cacat yang ada di dalam barang, sebagaimana disinggung hadis tadi adalah merupakan prinsip penting dalam etika bisnis yang dengan demikian pembeli tidak terkecoh dengan membeli barang itu karena ketidaktahuannya. Dengan demikian maka jelas bahwasanya menyembunyikan aib barang adalah haram.

Dalam sebuah hadis lain disebutkan bahwasanya Rasulullah tidak mengijinkan transaksi dimana tumpukan kurma yang nilai timbangannya tidak diketahui akan ditukarkan dengan kurma yang sudah jelas timbangannya. Yang serupa dengan masalah ini adalah usaha Islam untuk mencegah terjadinya sebuah kerugian yang disebabkan sebuah pertukaran semata-mata karena adanya perkiraan (spekulasi) kwantitas dari komoditas yang akan diperjualbelikan. Para ulama telah menulis secara detail kejahatan dari cara transaksi dengan cara-cara spekulasi, dan transaksi sebelum adanya barang. Contoh perdagangan yang curang, yang berdasarkan atas spekulasi dan dilarang oleh Islam, adalah keuntungan dengan hanya berdasarkan pada kans (spekulasi), yang disebut dengan Mukhatharah, maksudnya adalah sebuah praktek penyewaan tanah pertanian seseorang dengan syarat bahwasanya hasil produksi dari tanah bagian khusus tanah tersebut harus menjadi milik yang punya tanah. Contoh lainnya adalah apa yang disebut dengan talaqqi as-sila’, maksudnya mencegah barang yang akan dijual dipasar ditengah perjalanan sebelum ia sampai dipasar. Rasulullah melarang praktek semacam ini. Hal ini menurut Ibnu Taimiyyah adalah karena orang yang menjual itu bisa saja tertipu karena ia sendiri belum tahu harga sebenarnya yang ada dipasar.

Jika penipuan benar-benar terjadi maka orang yang menjual memiliki hak, sebagaimana yang disepakati oleh para fukaha’, untuk membatalkan transaksi yang telah dilakukan jika ternyata saat dia di pasar dia dapatkan bahwa harga barang yang dia jual terhadap orang yang mencegat di jalan tadi jauh dibawah harga pasar. Seorang penjaga toko juga dilarang untuk melakukan diskriminasi antara seorang mumakis (orang yang melakukan penawaran) dan seorang mustarsil (orang yang tidak melakukan penawaran) dengan cara menjual barang pada dua orang itu dengan harga yang berbeda. Dengan berdasarkan pada sebuah hadis Ibnu Taimiyyah, menganggap bahwasanya melakukan penetapan harga pada seorang murtasil (yang menawar barang itu) adalah riba. Imam Malik dan Imam Ahmad menyatakan bahwasanya seorang mustarsil punya hak untuk mengembalikan barang yang telah dibeli jika ketahuan telah terjadi penipuan.

Rasulullah saw telah melarang beberapa model transaksi yang bisa berlaku dizamannya karena adanya nuansa penipuan dan kecurangan didalamnya, baik oleh adanya sesuatu yang ambigu dalam transaksi itu dan kesalahpahaman diantara dua pihak yang hanya akan memunculkan sengketa dan percekcokan atau adanya spekulasi yang hanya akan menimbulkan kerugian pada salah satu pihak. Beberapa bentuk transaksi yang Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya telah melarang beberapa bentuk bisnis dan perdagangan terlarang yang pada hakekatnya adalah menguntungkan suatu pihak dan merugikan yang lain, memicu perselisihan dan adanya ketidak jelasan dalam jual beli, baik dari kondisi barang, takaran dan lain-lain.

1 Bay’ qbl al-qabdh. Secara literal ia berarti menjual barang sebelum dia menjadi miliknya. Ini mereferen pada praktek transaksi dimana seseorang membeli sebuah komoditas dari seorang pedagang kemudian dia menjual barang itu pada orang lain sebelum ia mengambil barang yang dibeli pedagang itu.

2 Jual beli mulamasah/Bay’ almulasamah

Artinya adalah sebuah transaksi yang dilakukan dengan memegang barang yang akan dijual. Ini merujuk pada praktek dagang dan transaksi dimana seseorang memegang kain misalnya, dan dia mengatakan pada yang lain: “Saya menjual kain ini pada anda dengan kain yang ada di tangan anda. Jika setelah ini mereka saling memegang atau menyentuh kain itu maka transaksi dianggap final.

Larangan tentang mulamasah dan Munabadzah tertera dalam haditsnya, sebagai berikut.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisaa': 29)

3 Bay’ al-munabadhah. Artinya ialah konklusi sebuah transaksi dilakukan dengan melempar batu kerikil/koral. Ini merujuk pada praktek saat seorang mengatakan: “Saya akan menjual sepotong kain atau tanah tempat dimana kerikil itu jatuh.” Setelah berkata demikian, dia melemparkan kerikil, dan dimana kerikil itu jatuh, di tanah ataupun kain maka ia akan dinyatakan sebagai barang yang dijual.

4 Bai’ Gharar

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW melarang jual beli gharar. (HR. Muslim).Al- Musyarif dalam (Al-Assal, 1993: 93) bahwa Bai’ gharar adalah jual beli dalam keadaan barangnya yang tidak diketahui, barang, keselamatannya dan kapan memperolehnya. Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Abu Umar, menurutnya Bai’ gharar adalah jual beli yang terkumpul berbagai cara, diantaranya adalah yang masih belum diketahui tentang harga maupun barangnya.

5 Talaqu Rukban

Talaqu rukban adalah salah satu bentuk jual beli yang mengandung penipuan, letak ketidakadilannya adalah pedagang kota mencegat pedagang dari desa yang tidak mengetahui harga pasar dan membeli harganya dengan murah, kemudian dijualnya barang tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sedangkan letak penipuannya adalah pada pemberitahuan informasi yang salah tentang harga oleh orang kota.

6 Bai’ Najasy

Dari Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW melarang Najasy memuji-muji barang jualan atau pura-pura menawar barang teman dengan harga tinggi, agar laku dan mahal harganya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)


HIKMAH



Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya menyembunyikan aib barang adalah haram. Melarang menjual sesuatu yang sudah jelas timbangannya dengan sesuatu barang yang tidak jelas timbangannya. Islam mencegah terjadinya sebuah kerugian yang disebabkan sebuah pertukaran semata-mata karena adanya perkiraan (spekulasi) kwantitas dari komoditas yang akan diperjualbelikan. Contoh perdagangan yang curang, yang berdasarkan atas spekulasi dan dilarang oleh Islam, adalah keuntungan dengan hanya berdasarkan pada kans (spekulasi), yang disebut dengan Mukhatharah, maksudnya adalah sebuah praktek penyewaan tanah pertanian seseorang dengan syarat bahwasanya hasil produksi dari tanah bagian khusus tanah tersebut harus menjadi milik yang punya tanah. Contoh lainnya adalah apa yang disebut dengan talaqqi as-sila’, maksudnya mencegah barang yang akan dijual dipasar ditengah perjalanan sebelum ia sampai dipasar. Seorang penjaga toko juga dilarang untuk melakukan diskriminasi antara seorang mumakis (orang yang melakukan penawaran) dan seorang mustarsil (orang yang tidak melakukan penawaran) dengan cara menjual barang pada dua orang itu dengan harga yang berbeda. Beberapa bentuk transaksi yang Rasulullah larang adalah sebagai berikut: Bay’ qbl al-qabdh. Secara literal ia berarti menjual barang sebelum dia menjadi miliknya. Bay’ almulasamah. Artinya adalah sebuah transaksi yang dilakukan dengan memegang barang yang akan dijual. Bay’ al-munabadhah. Artinya ialah konklusi sebuah transasi dilakukan dengan melempar batu kerikil/koral. Jual beli Al Munabdzah adalah orang yang leakukan kecurangan dalam jual beli. Bai’ gharar adalah jual beli dalam keadaan barangnya yang tidak diketahui, barang, keselamatannya dan kapan memperolehnya. Talaqu rukban adalah salah satu bentuk jual beli yang mengandung penipuan, letak ketidakadilannya adalah pedagang kota mencegat pedagang dari desa yang tidak mengetahui harga pasar dan membeli harganya dengan murah, kemudian dijualnya barang tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi. Bai’ Najasy memuji-muji barang jualan atau pura-pura menawar barang teman dengan harga tinggi, agar laku dan mahal harganya.